Jumat, 11 Mei 2012

Budaya pe"RanendahDiri"


Dalam menjalin hubungan dengan orang lain dan masyarakat selalu akan ada pola interaksi yang terbentuk. pola ini merupakan hasil dari kebiasaan dan repetisi aksi yang dilakukan seseorang atau masyarakat. ada berbagai pola interaksi yang terbangun dalam setiap masyarakat. karakteristik setiap pola ini pun akan berbeda menyesuaikan konteks kehidupan masyarakatnya. berbicara mengenai pola interaksi yang terjadi dalam masyarakat, menarik untuk diperhatikan pola interaksi pergaulan yang ada di sekitar kita (terutama masyarakat di sekitar Saya). bahwa ada yang di(Saya)sebut sebagai budaya pe"rendahdiri"an. budaya ini sering terlihat saat seseorang berinteraksi dengan orang lain atau bahkan di dalam keluarganya sendiri. budaya pe"rendahdiri"an adalah saat dimana seseorang selalu diposisikan atau dianggap rendah dari realita atau harapan yang sebnenarnya. mungkin ada teori psikologis atau sosiologis yang lebih komprehensif membahas mengenai masalah ini, namun yang Saya ungkapkan disini hanyalah berdasarkan dari pengalaman yang Saya lihat dan rasakan, tanpa merujuk pada suatu teori tertentu, dan tidak memiliki tendensi untuk melakukan upaya plagiarisme, jika memang sudah ada yang pernah membahas ini secara akademis. 
baik, kembali ke masalah budaya pe"rendahdiri"an tadi. motif yang mendasari adanya budaya ini bisa berbagai macam, beberapa kemungkinan yang dapat Saya kemukakan adalah. pertama, ini hanyalah sebuah bentuk candaan dalam proses berinteraksi, yang mana tujuan dari candaan ini hanyalah sebatas ingin membangun suasana yang tidak kaku. kedua, budaya ini dilakukan karena bertujuan untuk meningkatkan motivasi seseorang untuk melakukan hal yang lebih baik. ketiga, budaya ini merupakan suatu bentuk rasa ketidak percayaan seseorang atau masyarakat terhadap kemampuan seseorang atau bisa juga orang yang melakukan tindakan pe"rendahdiri"an ini ingin menyampaikan realitas sesungguhnya atas keadaan yang dihadapi oleh orang lain.  beberapa kemungkinan ini sama-sama memiliki tingkat ke"serius"an yang rendah, dalam arti pada dasarnya budaya pe"rendahdiri"an ini diungkapkan hanya sambil lalu saja, tanpa ada tanggapan yang serius. beberapa contoh sikap masyarakat atau seseorang yang melakukan budaya pe"rendahdiri"an sebagai berikut
A: Lagi ngapain lu ?
B: Lagi Belajar buat ujian besok
A: Hahahahaha . . Apa, belajar, ngapaaain, mau belajar kaya apa juga tetep aja lu bakal ngulang
B: he hehe . . (terkekeh miris, antara ingin membenarkan perkataan si A atau tetap percaya pada pendiriannya) << contoh ini memang agak sedikit berlebihan, tapi tak jarang orang yang pernah mengalaminya, dan tak jarang pula orang yang menanggapi serius interaksi yang terjadi tadi. lingkungan yang seperti ini, walaupun mungkin maksud manusia jenis si A hanyalah bercanda, namun telah membawa suatu aura atau dampak yang negatif. contoh kejadian lain tapi serupa yang terjadi di lingkungan keluarga,
pada suatu malam di ruang makan berkumpullah semua anggota keluarga yang sedang makan malam, ada ayah, Ibu, kakak dan adik, suatu perbincangan pun terjadi :
Ibu : mami denger dari toni tadi di sekolah kamu terpilih jadi ketua osis ya dek ?
sebelum sempat menjawab, sang kakak pun langsung menyambar 
Kakak : HAAAAAAAAAAAAAh APAAAAAA HAHAHAHAHA . . anak tengil, item, ingusan, yang bisanya ngegrocokin urusan orang gede aja ini jadi ketua osis, ga mungkiiin . . mau jadi apa tuh osis kalo kamu jadi ketuanya HAHAHAHAHA (tertawa puas yang melecehkan)
Adik : . . . -___-
oke, sekali lagi contoh di atas terlau berlebihan. tapi sekali lagi banyak orang yang mengalami kejadian yang serupa. situasi-situasi yang terjadi seperti contoh tersebut, baik disadari atau tidak telah mengakar pada masyarakat kita dan bisa dikatakan telah membudaya. memang mungkin situasi ini hanya banyak terjadi di lingkungan pergaulan diluar keluarga terutama pertemanan. seperti yang sudah Saya kemukakan, budaya ini secara periodikal dapat berdampak negatif, karena budaya ini sangat sarat dengan sikap pesimistik.
disadari atau tidak apabila situasi seperti contoh di atas berlangsung cukup panjang dalam kehidupan seseorang, maka tidak menutup kemungkinan, bahkan besar kemungkinan orang tersebut, akan selalu memandang dirinya bahkan kehidupan itu selalu sulit dan membutuhkan suatu perjuangan yang sangat keras untuk memperoleh harapan tertentu dan celakanya pandangan akan sesuatu yang selalu di lihat sulit, membuat orang tersebut menjadi terbebani dalam menjalani segala sesuatunya. jarang sekali orang yang merasa selalu senag dan ringan dalam melakukan sesuatu. dan ketika dia gagal melakukannya, maka banyak pembenaran dalam pandangan dan pikirannya akan kegagalannya itu, yang merupakan akumulasi dari berbagai bentuk pe"rendahdiri"an yang diterimannya sejak lama. hal inilah salah satu yang menyebabkan manusia ketika berada pada situasi kegagalan, dirinya merasa amat sangat terpuruk. 
mungkin ada sebagian orang yang akan mengatakan, kalau tidak dibegitukan, nanti dia akan menjadi sombong dan tamak, lupa bahwa kemampuannya merupakan pemberian dari yang maha Kuasa. << sekali lagi ini sudah menjadi sebuah prasangka (yang artinya belum tentu benar) buruk, dan menunjukkan sikap pesimistik. 
maka labih baik kita membangun budaya yang positif untuk menghasilkan suatu hasil yang positif baik bagi diri kita, orang lain dan lingkungan. berfokuslah pada apa yang baik, bukan sebaliknya. dan apabila yang terjadi yang sebaliknya, maka hadapilah dengan sikap yang sebaliknya. So Be Positive ever after :D
-Vicianto Kurnia Putra-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar