Jumat, 12 Oktober 2012

Self Examining

Dalam beberapa waktu terakhir, sekitar 2 atau 3 minggu ini saya baru akan tertidur ketika kondisi otak saya sudah tidak mampu lagi menopang kesadaran, dan itu terjadi ketika fajar sudah menyingsing sekitar pukul 05.30. Saya akan tertidur dan kemudian terbangun rata-rata sekitar pukul 14.00-14.30. Secara hitungan istirahat saya memang tidak kekurangan waku tidur, karena saya tidur lebih dari 6 jam. namun saya sadar kondisi ini sangat tidak baik bagi kesehatan saya secara jangka panjang. metabolisme tubuh dapat terganggu, dimulai dari masalah pencernaan, dan masalah penyerapan nutrisi. selain masalah kesehatan, kondisi ini juga telah mengganggu produktivitas kinerja saya. Saya sadar bahwa hal yang menyebabkan kondisi ini terjadi adalah adanya beban pikiran dimana beban pikiran ini tidak komplek tetapi memiliki dampak yang berantai dan cenderung membentuk lingkaran. Dari satu akar masalah yang menyebabkan timbulnya tekanan/stres tidak sampai depresi (karena saya masih sadar akan apa yang terjadi pada diri saya), kemudian tekanan mempengaruhi kinerja saya yang  menurun dan berakhir pada rasa bersalah, dan rasa bersalah ini akan mengingatkan kembali kepada akar masalah. Saya juga sadar bahwa untuk mengurai ini, saya harus menghadapi akar masalahnya, yang tidak bisa saya lakukan adalah menghadapi rasa takut yang timbul dari rasa bersalah dan tekanan. saya sadar pula bahwa pikiran negatif ini muncul karena otak saya dalam kondisi lelah (saat saya menulis ini saya belum tidur, padahal seharian saya melakukan aktivitas fisik yang cukup melelahkan, dimana malam sebelumnya saya kurang tidur). 
Baik, orang bisa saja mengatakan bahwa saya hanya membuat alasan saja karena saya tidak bisa atau tidak mau menghadapi masalahnya, pendapat ini bisa benar juga. Saya mungkin sedang melakukan penyangkalan dan penolakan atas apa yang seharusnya saya hadapi. Masalah ini datang dari diri, pikiran saya sendiri (satu lagi pernyataan negatif- penyalahan pada diri sendiri, sikap pesimistis). Maka penyelesaiannya ya harus dalam diri sendiri pula, disini kemudian saya berpikir, apakah memang seperti itu, kita harus membangkitkan diri kita sendiri ketika kita terjerembab. akan ada orang yang mengatakan, tidak perlu seperti itu, kita kan hidup tidak sendiri, akan ada orang lain yang akan membantumu bangkit. Lalu saya akan bertanya, siapa ? kawan, keluarga, sahabat, seseorang yang dicintai ? saya tidak tahu (pernyataan pesismitis lain). Saya mungkin terlalu arogan dan sombong untuk menangkap sinyal-sinyal motivasi dari luar diri saya (saya agak jengah ketika mendapat belas kasihan, simpati atau empati dari orang lain, saya tidak begitu nyaman dengan kondisi melankolik, lebih kepada perasaan sungkan kepada orang lain karena mereka harus repot memberikan perhatian, walau saya sangat mengerti maksud mereka memang tulus), tapi rasanya itulah yang terjadi, tapi mungkin bisa saja saya salah, tapi saat ini itulah yang saya rasakan. Sebagai orang yang beragama Islam tampaknya saya saat ini hanya bisa mengharap kepada Tuhan, kepada Allah karena sejatinya Allah adalah sumber dari kehidupan, Dia tidak di luar diriku, Dia ada dalam diriku, tepatnya aku adalah bagian dari-Nya seperti makhluk dan alam semesta yang Dia ciptakan.
Ketika saya tuliskan peryataan terakhir saya dalam peragraf sebelum ini, pasti akan ada orang yang berpikir, manusia selalu saja kembali kepada Tuhannya, ketika dia merasa paling terpuruk. saya hanya bisa mengatakan, apapun itu saya tidak perduli. (akan ada orang yang mengatakan, aah kamu hanya melakukan apa yang menurut kamu nyaman pada kamu saja, termasuk menyerahkan permasalahan kepada Allah, kamu hanya melimpahkan permasalahan kamu, dan kemudian kamu berpaling terhadap masalah itu dan berharap Allah-lah yang akan menyelesaikannya). Saya tidak perduli.
(saya tahu ada rasa kontradiksi dalam tulisan ini. dan saya tahu saya sok tahu sekali hahahaha)(akan ada banyak intepretasi, ya itu sah, konsekuensi dari ketiadaan saya dalam jalinan huruf ini, saya harap apapun asumsi yang muncul adalah prosporsional)