Sabtu, 16 Juni 2012

Renungan 2012

Manusia hidup dalam suatu kehidupan yang terus bergerak. Konsepsi ruang dan waktu tidak dapat terlepas dalam kehidupan manusia. Suatu perjalanan selalu meninggalkan apa yang sudah terlewat di belakang, dan di saat yang sama telah menunggu sebuah jalan yang harus ditapaki. Jalan itu bukanlah jalan yang kosong, banyak hal yang menghiasi dan meramaikannya. Apa yang menunggu di sana ada yang berupa kesenangan tentu pula ada yang berupa kemalangan. Apapun yang ada di sana, saya harus tetap terus berjalan. 
Di titik dimana saya berada sekarang, saya bersyukur, telah diberikan kesempatan untuk hidup, menjalani kehidupan ini dengan penuh berkah dan nikmat. Sudah banyak sekali hal yang saya dapatkan dalam perjalanan saya selama 23 tahun. Pengetahuan adalah anugerah yang sangat berarti bagi saya. Allah telah memberikan saya akal dan hati untuk digunakan mempelajari apa yang saya temui dalam setiap langkah perjalanan kehidupan saya hingga saat ini. Pelajaran dan pengetahuan yang saya dapatkan, membuat saya semakin merasa terberkahi, membuat saya semakin sadar bahwa saya hanyalah makhluk kecil tak berdaya yang hidup di jagat maha luas. Saya sungguh merasa beruntung mendapatkan nikmat pengetahuan tersebut, yang saya sadar itu bahkan tidak lebih besar dari setitik neutron dalam atom. Jalan yang akan saya hadapi selanjutnya merupakan sebuah keniscayaan, namun apa yang menjadi pernik dan hiasannya masihlah rahasia dan misteri Tuhan, saya hanya harus menapakinya saja. Meski demikian saya percaya bahwa apa yang akan muncul menjadi pernik perjalanan saya itu juga bergantung pada apa yang saya pikirkan dan saya inginkan pada saat ini. Apa yang menjadi harapan saya adalah di setiap langkah perjalanan saya, saya akan terus mendapatkan pengetahuan baru yang mendekatkan saya pada Tuhan, keluarga, sahabat, teman dan masyarakat. Saya ingin perjalanan saya dimeriahkan dan diramaikan oleh tawa-tawa, senyuman, dan tangis bahagia orang-orang disekitar saya. Saya ingin menjadi sosok yang selalu membawa dampak positif. Saya ingin setiap dimana saya berdiri dan setiap langkah saya dalam jalan tersebut dapat meniggalkan atau bertumbuhan rumput-rumput hijau, bunga-bunga harum penuh warna, dan pepohonan yang meneduhkan bagi orang-orang yang perjalanannya bersama dengan saya atau untuk yang masih ada di belakang saya. Saya percaya bahwa setiap ada aksi pasti ada reaksi. Energi positif yang ingin saya tebarkan, kelak pasti kembali pada saya. Saya tidak tahu apakah jalan saya itu masih panjang atau tidak, yang saya tahu bahwa tidak ada sebuah akhir untuk perbuatan baik. Itulah yang menjadi doa dan harapan saya. 

Selasa, 12 Juni 2012

Perjalanan Kedua Menuju Puncak Gede

Pada tanggal 9-10 Juni 2012 lalu saya melakukan perjalanan kembali mendaki gunung Gede, tidak seperti perjalanan sebelumnya pada tanggal 11 November 2011 yang melewati jalur pendakian Cibodas, kali ini saya melewati jalur pendakian Gunung Putri. Jalur pendakian Gunung Putri ini memang berkontur lebih terjal dibandingkan dengan jalur Cibodas, Namun demikian jalur ini lebih pendek rutenya dibandingkan jalur Cibodas. setiap jalur memang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. untuk jalur Cibodas, meski jalurnya lebih panjang, namun konturnya lebih landai, dan lebih banyak panorama dan pemandangan yang dapat kita saksikan, terdapat pula situs air terjun yang dapat kita hampiri, untuk sekedar menikmati pemandangan dan melepas lelah. Jalur Cibodas ini, bisa dikatakan jalur yang bersahabat bagi para pendaki pemula. Di sisi lain jalur Gunung Putri memang berkontur lebih terjal, dan bagi para pendaki pemula jalur ini cukup menguras energi dan nafas, kelebihannya dari Gunung Putri ini kita dapat berkemah di kawasan alun-alun Surya Kencana, yang merupakan sebuah lembah yang luas yang ditumbuhi oleh pohon bunga-bunga edelweis. panaromanya cukup indah dan lapang, untuk menuju ke puncak Gunung Gede pun tidak memakan waktu lama, kurang lebih 45 menit dengan kecepatan standar kita sudah dapat mencapai puncak. Berikut saya sajikan beberapa gambar dari hasil perjalanan saya. 

ini merupakan salah satu gambar jalur pendakian melalui Gunung Putri, jalur ini terjal dan banyak dijumpai tangga-tangga dari akar pohon seperti ini. 






Pada saat pendakian ini, memang sedang dalam masa bermekaran berbagai jenis bunga yang ada di sekitar jalur pendakian. salah satunya yang saya temui adalah bunga anggrek hutan, yang berwarna ungu. saya tidak begitu paham dengan jenis dan spesies bunga anggrek, namun dapat dilihat di gambar tersebut, anggrek hutan yang terdapat disini tampak lebih kecil dibandingkan misalnya dengan anggrek bulan. daunnya pun juga nampak lebih kecil, meski demikian bunga ini tak kalah cantik dengan anggrek-anggrek hasil budidaya manusia. saya merasa bunga ini lebih orisinal dibandingkan dengan bunga budidaya manusia, yang mendapat perawatan, mulai dari obat anti hama sampai pupuk-pupuk anorganik. media tanam bunga ini pun lebih orisinal, dimana anggrek-anggrek ini tumbuh menempel di batang-batang pohon yang diselimuti lumut. 








Beberapa gambar di atas merupakan panorama bunga-bunga edelweis yang berada di kawasan alun-alun Surya Kencana. saya cukup beruntung karena pada saat itu, bunga-bunga edelweis sedang bermekaran, sehingga saya dapat menyaksikan keindahannya dan menghirup harum wangi bunganya, di antara kesejukan udara gunung Gede Pangrango. Kawasan alun-alun Surya Kencana ini, memang menjadi favorit para pendaki, karena tanahnya yang lapang dan terbuka menyajikan sebuah panorama yang cukup indah, kita dapat melihat hamparan langit yang luas, dan jika beruntung pada saat cuaca cerah, di malam hari kita dapat menyaksikan hamparan gugusan bintang-bintang yang jarang kita temui di langit-langit perkotaan. Alun-alun Surya Kencana merupakan sebuah lembah, dimana di sebelah utara terlihat menjulang puncak gunung Gede, sedangkan di sebelah selatan menjulang bukit Geger Bentang (kalau saya tidak salah), yang konon di bukit tersebut banyak masyarakat yang melakukan ziarah dan ritual-ritual spiritual tertentu, ini terkait dengan kisah Pangeran Surya Kencana, diyakini oleh sebagian masyarakat bukit tersebut merupakan salah satu situs petilasan pangeran Surya Kencana yang konon putra dari Pengeran Aria Wiratanudatar (pendiri kota Cianjur). Terlepas dari kisah-kisah misteri yang menyelimuti alun-alun Surya Kencana, kawasan ini memang menyajikan panorama yang menyegarkan mata. 

Namun sayang keindahan panorama kawasan alun-alun Surya Kencana ini harus dicemari oleh ulah para pendaki-pendaki yang kurang bertanggung jawab, meninggalkan sampah-sampah berserakan. sebagai pendaki dan pecinta alam sejati, seharusnya kita memiliki kesadaran untuk selalu menjaga kemurnian kawasan lingkungan kita. tidak hanya di kawasan pegungungan seperti ini, namun lebih jauh sebagai manusia yang berbudaya dan beretika kita harus dapat menjaga lingkungan sekitar kita baik di kawasan rumah kita atau di mana pun. ini merupakan tanggung jawab bersama, dan akan berimbas pada kehidupan kita sendiri. kita hidup di satu Bumi, dan apabila kerusakan ekosistem Bumi rusak, maka kita dan penerus kita juga lah yang akan terkena imbasnya. maka jagalah Bumi kita ini, agar dapat terus kita hidupi dan kita nikmati keindahannya. 

Jumat, 08 Juni 2012

untitled

Suatu lembah yang dingin, diselimuti kabut dan embun.

Angin berhembus kencang, menyuarakan siul yang memecah keheningan, sedikit menggoyahkan pucuk pepohonan yang membentang, nampak bagaikan sebuah dinding hidup dan berbisik.

tiada kata terucap, semua terdiam, terbungkus oleh balutan wool yang hangat. ditengah keheningan itu, Sancaka melayangkan pikirannya pada sebuah dimensi yang tak terjamah oleh kata dan bahasa. Didengarnya suara bisikan yang tak berbahasa, namun sangat dimengertinya apa maknanya. 

...

Rani mencoba memejamkan matanya, berharap dirinya mampu mencapai alam bawah sadarnya dan berjumpa dengan sosok imajinya, walau hanya untuk memandanginya saja, tanpa kata tanpa bahasa. namun matanya tak jua terpejam. ketika kelopak matanya mengatup, sekelibat bayangan sosok lain melintas di benaknya. ingin dihapusnya sosok bayangan itu, tapi apalah daya, Rani sadar bahwa dirinya telah terperosok jauh ke dalam sebuah dimensi yang tak mengenal simbol dan aksara, dimensi dimana hanya ada dia bersamanya. ada rasa manis dan getir terkecap oleh kalbunya. 

...

Deru angin semakin kencang, tak hanya siul yang terdengar, kini tetumbuhan pun mulai saling berbisik.
Dharma terduduk diam  . . .