Selasa, 27 November 2012

Bahasa-bahasa Part II

Sedikit memutar ulang tentang pembahasan bahasa-bahasa yang sebelumnya pernah saya bahas di blog ini. Pada ulasan pertama saya mengenai bahasa-bahasa kerangka pemikirannya adalah mengenai ragam bahasa yang ada di dunia. Ragam bahasa ini memiliki karakter yang berbeda dari segi bentuk (bunyiannya) dan strukturnya. Pada dasarnya bahasa yang saya maksud dalam tulisan sebelumnya adalah hanya sebuah alat yang mungkin sifatnya terlokalisir, artinya perbedaan bentuk bahasa memang ada di setiap wilayah pelosok dunia, namun makna sifatnya universal, makna melampui bentuk bahasa. makna inilah yang kemudian sebenarnya objek pertukaran kita dalam berkomunikasi, karena sifatnya yang universal maka kita bisa menyampaikannya dalam bentuk bahasa apapun bahkan tanpa bahasa sekalipun. untuk mempermudah pemahamannya saya beri contoh begini, Cinta adalah perwujudan bentuk bahasa Indonesia dari sebuah perasaan atau emosi tertentu, perasaan atau emosi terntentu ini saya anggap sebagai makna yang terkandung dalam kata Cinta, Love adalah bentuk bahasa Inggris dari makna yang sama dengan Cinta. 

Dalam pembahasan kali ini saya akan lebih membahas mengenai ranah tempat kita melakukan pertukaran makna. Ranah yang dimaksud di sini adalah sebuah ruang dimana ruang itu membatasi makna untuk diartikan atau dipahami dalam suatu konteks tertentu saja. Seperti dalam penjelasan Piere Bourdieu bahwa ada berbagai ruang dalam kehidupan sosial yang setiap ruangnya memiliki simbol dan dinamika pertukaran atau "peperangannya" sendiri. Setiap ruang atau ranah ini juga dapat saling terkoneksi terkoneksi satu dengan yang lain, namun koneksi ini hanya dalam bentuk irisan saja. untuk mempermudah memahami konsep ini saya beri contoh sederhana seperti ini, sekumpulan para tukang ojeg sedang berbincang mengenai kelangkaan bahan bakar premium diberbagai SPBU di kawasan Jakarta, mereka saling mengeluhkan bahwa untuk tetap beroprasi mereka terpaksa harus mengisi tangki motor mereka dengan bahan bakar pertamax yang harganya lebih tinggi, sedangkan di saat yang bersamaan para penumpang enggan untuk membayar lebih, hal ini mengakibatkan pendapatan para tukang ojeg pun menurun, sedangkan mereka harus memenuhi kebutuhan sehari-hari yang untuk di hari-hari sebelumnya pun masih belum bisa dikatakan cukup. Di waktu yang sama di tempat lain para petinggi pertamina dan para pejabat-pejabat pemerintahan sedang membahas mengenai perlu adanya pembatasan pasokan premium karena dikhawatirkan akan melebihi kuota bahan bakar bersubsidi, apabila tidak ada pembatasa pasokan bbm bersubsidi maka anggaran pemerintah akan jebol, negara akan mengalami kerugian, dan dikhawatirkan akan mengganggu stabilitas ekonomi atau bahkan bisa merambat ke masalah stabilitas politik nasional. Dari contoh ini kita dapat melihat secara sederhana perbedaan ranah para tukang ojeg dengan ranah para pejabat pemerintahan. dalam ranah tukang ojeg terdapat simbol-simbol atau pengetahuan yang tidak ada dalam ranah para pejabat pemerintahan contohnya seperti masalah domestik rumah tangga, pun di ranah tukang ojeg pun tidak ada simbol-simbol atau pengetahuan yang ada dalam ranah pejabat pemerintahan, seperti masalah defisit anggaran. sesuatu yang jelas adalah bahwa kedua ranah ini beririsan dalam masalah ekonomi. Namun penjelasan mengenai ranah, simbol dan pengetahuan sebenarnya lebih kompleks dari contoh tersebut, dan pemaknaan saya mungkin terlalu dangkal. 

Dalam kehidupan sehari-sehari ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, kita pasti akan cenderung memilih orang yang memiliki kesamaan dengan kita. contohnya, kita adalah penggemar sepak bola pasti akan lebih memilih mengobrol dengan orang yang menggemari sepak bola pula, karena kita memiliki pengetahuan yang sama, kita dalam ranah yang sama. obrolan akan bisa berlangsung sangat panjang, kalau banyak orang mengistilahkan juga, kita memilliki "bahasa" yang sama yaitu "bahasa bola". Kesamaan "bahasa" ini tidak berhenti hanya seputar kita membicarakan tentang bola, seperti pemain, strategi, isu-isu terkait persepakbolaan, tetapi juga juga lebih jauh dalam menggunakan "bahasa" bola itu untuk bentuk interaksi komunikasi yang lain seperti digunaakan dalam candaan, atau membahasakan suatu aktifitas tertentu dengan menggunakan istilah persepakbolaan seperti contoh, dalam percakapan ini, 

A: "wah gua udah lima hari ini absen kentor telat mulu nih"
B: "waah parah lu! ntar lu bisa kena kartu kuning loh dari bos"

istilah "kartu kuning" adalah istilah yang biasa digunakan dalam persepakbolaan, dalam konteks pembicaraan ini kartu kuning dimaknai sebagai surat peringatan atau teguran dari atasan. nah bagi orang-orang yang tidak gemar sepak bola, atau tidak tahu sama sekali tentang sepak bola (dan tampaknya jarang sekali orang yang tidak tahu sama sekali) pasti akan bingung ketika mendengar percakapan itu, dalam hal ini dapat dikatakan dia tidak mengerti "bahasa" yang digunakan kedua orang tersebut. Inilah salah satu alasan mengapa orang lebih cenderung mendekat dengan orang yang memiliki "bahasa" yang sama. fenomena ini bisa dianalogikan dengan kesulitan orang yang memiliki bentuk bahasa tertentu berhadapan dengan orang yang memiliki bentuk bahasa yang berbeda. Seperti orang Indonesia yang hanya bisa berbahasa Indonesia bertemu dengan orang Amerika yang hanya bisa berbahasa inggris. kedua belah pihak pasti akan enggan saling berkomunikasi, namun jika terpaksa yang mereka menggunakan bahasa isyarat yang itu pun sangat sulit dilakukan. Jika mereka ingin tetap berkomunikasi dengan baik, maka jalan keluarnya adalah mau tidak mau mereka harus saling mempelajari bahasa lawan bicara. disinilah tantangannya, kedua belah pihak harus mau keluar dari zona nyaman mereka untuk mempelajari dan menggunakan bahasa yang tidak biasa mereka gunakan. begitu pula dalam kehidupan sosial, apabila kita ingin menjalin hubungan yang baik dengan berbagai masyarakat ya, setidaknya kita tahu "bahasa" orang atau masyarakat bersangkutan, agar komunikasi dapat berlangsung dengan baik. 

Minggu, 18 November 2012

Bunga Anggrek (Als de Orchideen Bloeien)

Dalam film Soegija ada salah satu lagu yang menarik perhatian saya, yakni lagu Als de Orchideen Bloeien atau dalam terjemahan bebasnya memiliki arti Ketika Bunga Anggrek Berkembang, namun dalam versi bahasa Indonesia lagu ini sering dikenal dengan judul Bunga Anggrek. Saya sangat familiar dengan lagu yang satu ini, karena sewaktu umur saya kurang lebih 3 atau 4 tahun, nenek saya sering menyanyikan atau sekedar menyenandungkan lagu ini, dalam versi bahasa Belanda tentunnya. Ketika itu saya tidak mengerti arti nyayian tersebut, sampai sekarang pun saya masih tidak mengerti arti lagu tersebut dalam bahasa Belanda. Namun karena hampir setiap hari saya mendengarnya, saya pun menjadi menyukainya, dan memiliki kenangan tersendiri yang berhubungan dengan nenek saya. Setelah nenek saya meninggal ketika saya duduk di bangku SMA, lagu itu seolah tidak pernah terdengar lagi oleh saya, sampai muncul dalam film Soegija. Ketika mendengar lagu tersebut seketika seolah saya terhanyut dalam memori masa kecil saya, dan lebih jauh entah kenapa saya pun larut dalam memori masa muda nenek saya, di era tahun 1930-1940an. Terlepas dari itu, lagu ini memang memiliki alunan musik yang indah, yang dapat membawa pendengarnya merasuk dalam sebuah imaji yang syahdu. Karena berbahasa Belanda, saya pikir lagu ini merupakan lagu produk Belanda, ternyata  lagu tersebut di ciptakan oleh seniman Indonesia Ismail Marzuki pada tahun 1939. 





Als de orchideen bloeien,
kom dan toch terug bij mij.
Nogmaals wil ik met je wezen,
zoveel leed is dan voorbij.
Als de orchideen bloein,
ween ik haast van liefdes smart.
Want ik kan niet bij je wezen,
g’lijk weleer, mijn lieve schat.
Reff :
Maar nu been je van een ander.
Voorbij is de romantiek.
Kom 
terug toch  bij mij weder.
Jou wergeten kan ik niet.
Als de orchideen bloeien,
dan denk ik terug aan jou.
Denk toen aan die zoete tijden,
toen je zei: Ik hou van jou.

Selasa, 13 November 2012

Jalanan dan Sudut Kota Purwokerto

Pada saat perayaan Idul Fitri tahun 2012 ini saya berkesempatan dapat mengunjungi kampung halaman saya yang berlokasi di Jawa Tengah, tepatnya di Kabupaten Banyumas. Pusat pemerintahan Kabupaten Banyumas ada di kota Purwokerto, hal ini kadang membingungkan banyak orang karena bagaimana bisa nama Kabupaten berbeda dengan nama tempat pusat pemerintahannya, kalau pusat pemerintahannya di Purwokerto kenapa tidak dinamakan Kabupaten Purwokerto saja, atau kenapa tidak pusat pemerintahannya ya di Banyumas. Tentu ada latar belakang sejarah mengapa bisa terjadi hal tersebut, tetapi karena kali ini saya tidak akan membahas hal tersebut, ya kita terima saja fakta bahwa Kabupaten Banyumas memiliki pusat pemerintahan di Kota Purwokerto. Kawasan Kota Administratif Purwokerto ada di sebelah timur kawasan kabupaten Banyumas, di sebelah utara kota Purwokerto terdapat gunung Slamet, gunung aktif tertinggi di Jawa Tengah dan kedua tertinggi di Pulau Jawa. keberadaan gunung Slamet ini membuat kawasan kota Purwokerto memiliki iklim yang relatif sejuk, meski sekarang banyak orang mengeluhkan kalau kota Purwokerto sudah semakin panas, tapi menurut saya udara dan kesejukan kota Purwokerto masih lebih baik dibandingkan Jakarta dan wilayah sekitarnya. suasana kota Purwokerto juga relatif lebih tenang, tetapi bukan kota yang mati sama sekali. banyak pula orang yang mengatakan kota Purwokerto ini kota para pensiunan, karena suasananya yang tenang memang cocok bagi para pensiunan yang ingin menghabiskan waktu tuanya dengan santai dan rileks. suasana tenang ini dapat terlihat dari aktivitas lalu lintas yang tidak begitu ramai di Purwokerto. 

(Kawasan Jl. Jendral Sudirman, Purwokerto)

(Jl. Jendral Sudirma, tepatnya di Perempatan Palma)

(Jl. Gatot Subroto, kawasan SMA dan SMP Susteran)

Kurang lebih sudah sekitar lima tahun saya tidak tinggal di Purwokerto. ketika kunjungan pulang kampung saya pada waktu lalu, saya menemukan beberapa kawasan jalan yang mengalami perubahan. Salah satunya adalah di kawasan Jalan Dokter Angka, jalan di kawasan ini sebelumnya terbagi menjadi dua, dimana ditengah-tengah sepanjang jalan tersebut terdapat pemisah jalan berupa pohon peneduh. namun sekarang pemisah jalan tersebut telah dibongkar, ya tentunya sekaligus dengan pohon-pohonnya. Kawasan jalan tersebut menjadi terlihat lebih luas dan terbuka. 

(Kawasan Jl. DR. Angka)

(Kawasan Jl. DR. Angka)

(Kawasan Jl. DR. Angka)

(Kawasan Jl. DR. Angka, RS Geriatri Purwokerto)

Meski ada beberapa perubahan, masih banyak kawasan kota Purwokerto yang tidak mengalami perubahan secara signifikan. seperti di kawasan perempatan tugu jam ini, lokasi ini terdapat di Jalan Jendral Sudirman, salah satu jalan Protokol di Purwokerto.

(Perempatan tugu jam, Jl. Jendral Sudirman)

(Tugu Jam, Kawasan jalan protokol Jl. Sudirman)

(Perempatan Tugu Jam, Dari arah Jl. Piere Tendean)

(Jl. Jenderal Sudirman, kawasan arah Pasar Wage)

(Jl. Jenderal Sudirman, tampak di kawasan perempatan Srimaya)

(Jl. Jendral Sudirman, kawasan perempatan Srimaya dari arah Pasar Wage)

(Jl. Jendral Sudirma, menuju arah Pasar Wage)

(Jl. Jendral Sudirma, di kawasan perempatan Pasar Wage)

Salah satu Titik Keramaian di kota Purwokerto dimana masyarakat biasa berkumpul dan menghabiskan waktu senggangnya adalah di kawasan alun-alun Purwokerto. Alun-alun kota Purwokerto memiliki komponen yang relatif sama dengan alun-alun di kota-kota lain terutama di kawasan Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur, dimana ada lapangan terbuka tempat berkumpul masyarakat yang berada di tengah-tengah kawasan alun-alun dan biasanya terdapat pohon beringin dengan jumlah tertentu, kemudian terdapat pusat pemerintahan yang ada di sebelah utara lapangan terbuka, dan di sebelah barat ada tempat peribadatan berupa masjid agung, serta tidak ketinggalan adalah komponen penegakan hukum, untuk di Purwokerto, di sebelah barat alun-alun terdapat Lembaga Pemasyarakatan. Karakteristik ini merupakan karakteristik umum kota-kota di Jawa.
(Kawasan Alun-alun Purwokerto, Jl. Jendral Sudirman)

(Tampak masjid Agung Baitussalam, Jl. Masjid, Purwokerto)

(Kawasan Alun-alun Purwokerto)

(Pendopo Si Panji, Kantor PemKab Banyumas)

(Kawasan Alun-alun Purwokerto)

Ada beberapa gedung yang sudah cukup lama berdiri di kota Purwokerto, bahkan sudah ada semenjak masa kolonial. Purwokerto pada masa kolonial memang sudah menjadi kota yang cukup berkembang. Beberapa bangunan yang ada bahkan telah menjadi bangunan cagar budaya. Di kawasan Jalan Jendral Gatot Subroto terdapat beberapa bangunan tua seperti  rumah dinas bupati yang arsitektur bangunannya masih khas bangunan masa kolonial, gedung ini dahulu adalah gedung Residentwoning atau tempat tinggal Residen Banyumas di Purwokerto. Gedung ini dibangun setelah ada rencana pemindahan ibu kota Banjoemas ke Purwokerto. Gedung ini dirancang oleh sorang arsitek/insinyur dari Belanda bernama Breuning, Hubert Albert (sumber: www.banjoemas.com). gedung ini merupakan gedung termegah di Purwokerto pada masanya. terdapat pula bangunan yang sekarang difungsikan menjadi bangunan sekolah SMA N 1 Purwokerto dan SMA N 2 Purwokerto (dahulu adalah sekolah MULO). Ada pula tugu Pembangunan di tengah simpang tiga antara Jalan Gatot Subroto dan Jalan Merdeka. Di salah satu sudut simpang tiga tersebut juga terdapat bangunan Gereja Kristen Indonesia. Masih di kawasan sepanjang jalan yang sama terdapat pula bangunan tua yang difungsikan sebagai rumah sakit yakni Rumah Sakit Umum Santa Elisabet.


(Gedung Rumah dinas Bupati/ Residentwoning/ eks. Tempat tinggal Residen Banyumas di Purwokerto, Jl. Gatot Subroto)



(Tugu Pembangunan, di kawasan Jl. Gatot Subroto)

(SMA N 2 Purwokerto, Jl. Gatot Subroto)

(SMA N 1 Purwokerto, Jl. Gatot Subroto)

(Gereja Kristen Indonesia, Jl Merdeka dan Jl. Gatot Subroto)


(RS Santa Elisabet, Jl. Gatot Subroto)

Ada satu landmark kota Purwokerto yang tak kalah terkenal, yaitu makam Ragasemangsang, makam Ragasemangsang ini berupa situs makam di tengah jalan kota, lokasinya berada di sebelah timur alun-alun. menurut legenda masyarakat, makam tersebut merupakan makam seorang pencuri/begal yang memiliki ilmu kesaktian. menurut cerita sang pencuri/begal tersebut melakukan adu kesaktian melawan Kiai Pekih, seorang sesepuh kampung wilayah tersebut, dalam adu kesaktian itu sang pencuri/begal kalah, tubuhnya terlempar dan tersangkut di atas sebuah pohon hingga akhirnya tewas, dan sang pencuri/begal itu pun dikuburkan di bawah pohon dimana dia tersangkut, kuburan tersebut ada di dalam sebuah bangunan yang menyerupai sel penjara. Kata tersangkut dalam bahasa jawa Banyumas adalah kemangsang/semangsang dan kata tubuh dalam bahasa jawanya adalah raga, maka kawasan tersebut kemudian diberi nama Ragasemangsang, dan sekarang pun menjadi nama Jalan Ragasemangsang. 

(Monumen Ragasemangsang, Jl. Ragasemangsang)

Kota Purwokerto memiliki Gereja Katedral Katolik yang diberi nama Katedral Kristus Raja, wilayah Keuskupan Purwokerto meliputi umat Katolik Jawa Tengah bagian barat dengan wilayah seluas 15.300 Km2, diantaranya adalah wilayah Banjarnegara, Banyumas, Batang, Kebumen, Pekalongan, Pemalang, Purbalingga, Purworejo, Tegal, Cilacap, dan Wonosobo. Lokasi gereja katedral ini ada di Jalan Gereja.
(Gereja Katedral Kristus Raja Purwokerto, Jl. Gereja)

(Gereja Katedral Kristus Raja Purwokerto, Jl. Gereja)

(Gereja Katedral Kristus Raja Purwokerto, Jl. Gereja)

Kawasan roda perekonomian biasanya ada di wilayah pasar induk, pasar induk Purwokerto adalah Pasar Wage. Kawasan Pasar Wage ini sudah ada cukup lama, terlihat dari bangunan-bangunan toko di kawasan tersebut yang terlihat sudah tua, dengan ciri khas tulisan nama toko yang timbul. Selain kawasan Pasar Wage terdapat pula kawasan pasar lain yang tidak kalah ramai, yaitu kawasan pasar Kebondalem. 

(Salah satu bangunan tua di kawasan Jl. Jendral Sudirman)

(salah satu pertokoan yang menggunakan teknik relief untuk nama toko, Jl. Jendral Sudirman)

(salah satu bangunan tua di kawasan Jl. Jendral Sudirman)

(salah satu pertokoan yang menggunakan teknik relief untuk nama toko, Jl. Jendral Sudirman)

(salah satu pertokoan yang menggunakan teknik relief untuk nama toko, Jl. Jendral Sudirman)

(Toko Roti Go, Salah satu toko roti yang legendaris di Purwokerto, Jl. Jendral Sudirman)

(kawasan Pasar Wage, Jl. Jendral Sudirman, tampak toko emas Djanoko dengan ikon patung tokoh pewayangan Janoko atau Arjuna)

(kawasan Pasar Wage, Jl. Jendral Sudirman, tampak toko emas Djanoko dengan ikon patung tokoh pewayangan Janoko atau Arjuna)

(kawasan Pasar Wage, Jl. Jendral Sudirman, tampak toko emas Djanoko dengan ikon patung tokoh pewayangan Janoko atau Arjuna)

(salah satu bungunan toko tua dengan teknik relief pada nama tokonya, Jl. Jendral Sudirman)

(Kawasan kolong Pasar Kebon Dalem)

(Kawasan kolong Pasar Kebon Dalem)

(Kawasan kolong Pasar Kebon Dalem)

(Toko Buku dan Alat Tulis Metro Jaya di Kawasan Pasar Kebon Dalem)

 Ada satu tempat hiburan yang tak kalah tua dari tempat-tempat lain di Purwokerto yaitu Bioskop Rajawali. Bioskop Rajawali ini adalah satu-satunya bioskop yang bertahan di Purwokerto. Sampai saat ini tempat tersebut masih beroperasi menayangkan film-film terbaru baik dari dalam negeri maupun film-film box office produksi Hollywood, meski tayangnya lebih lambat dibandingkan di kota-kota besar lainnya. 

(Bioskop Rajawali Theatre, Jl. S. Parman, Purwokerto)
Banyak sekali kenangan yang tertinggal di kota Purwokerto ini. meski saya telah jauh merantau hati saya tetap tertinggal di Purwokerto dan kelak saya pasti akan kembali dan menghabiskan sisa hidup saya di kota tercinta ini. 

Senin, 12 November 2012

Teknologi dan Remaja Masa Kini

Perkembangan teknologi saat ini tengah maju dengan sangat pesat, dalam kurun waktu 100 tahun terakhir telah banyak penemuan di berbagai bidang ilmu, dapat dikatakan dekade-dekade sekarang ini merupakan dekade keemasan dalam sejarah perkembangan umat manusia. Salah satu teknologi yang berkembang dengan pesat adalah teknologi informasi dan komunikasi. Banyak sekali sekarang alat-alat komunikasi dan berbagai perangkat lain yang menunjang proses pertukaran informasi dan komunikasi dapat dilakukan dengan sangat cepat. Belum lagi berbagai aplikasi perangkat lunak yang juga turut meramaikan dunia perteknologian elektoronik dan komunikasi. Bisa dikatakan saat sekarang ini tidak ada yang tidak mungkin dilakukan dengan teknologi. Berbagai perangkat teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini memungkinkan setiap orang untuk mengirimkan data dalam bentuk apapun, kemana pun dan kapan pun dalam waktu sekerlipan mata. Saat ini kita hidup dalam era "kilat", tidak ada suatu apapun yang dikerjakan dalam waktu lama. 
Perkembangan teknologi ini tidak kemudian tidak berpengaruh terhadap kehidupan kita, kali ini saya ingin menilik pengaruh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dengan pola kehidupan  remaja masa kini. Seperti yang telah kita ketahui bersama saat ini sudah banyak sekali perangkat komunikasi dan aplikasi jejaring sosial yang memungkinkan kita melakukan komunikasi dan saling tukar data dalam bentuk apapun di waktu yang bersamaan (real time). Perkembangan ini sedikit banyak telah mempengaruhi perkembangan dan pola kehidupan sosial remaja jaman sekarang. Mengapa saya menyoroti remaja, karena pengaruh perkembangan teknologi sangat terlihat dalam pola kehidupan sosial remaja masa kini. Usia remaja merupakan usia dimana seseorang itu telah meninggalkan masa kanak-kanaknya tetapi belum bisa kemudian dikatakan sebagai sosok yang dewasa, karakteristik remaja sering kali digambarkan sebagai sosok yang masih mencari jati diri, dimana dalam prosesnya aktualisasi eksistensi diri begitu penting, dalam proses inilah remaja sedang mencari atau memilih akan menjadi pribadi seperti apa dirinya. Dalam kurun waktu tertentu  remaja akan terus melakukan perilaku-perilaku tertentu dalam usaha untuk mengaktualisasikan eksistensi dirinya. Dalam setiap generasi, remaja akan selalu melakukan hal itu, sampai dirinya beranjak menuju fase dewasa dimana kepribadiannya sudah lebih mantap, hasil dari proses aktualisasi eksistensi diri dan pemelajaran selama masa remaja. Lantas dimana hubungan dengan teknologinya ? 
Teknologi komunikasi dan informasi sekarang ini telah mempengaruhi proses aktualisasi eksistensi diri remaja. Cepatnya arus informasi membuat proses aktualisasi eksistensi diri remaja berevolusi dari generasi sebelumnya. Cepatnya perubahan-perubahan yang terjadi menuntut remaja masa kini untuk lebih "kreatif" dalam mengaktualisasikan eksistensi dirinya, ingat eksistensi dan pengakuan diri sangat penting bagi para remaja, apabila mereka tidak bisa melakukan sesuatu yang "kreatif" dan menarik perhatian di era "kilat" ini mereka akan tenggelam begitu saja dihantam cepatnya arus informasi. Maka media jejaring sosial saat sekarang ini menjadi lahan utama aktulisasi eksistensi diri bagi para remaja. Upaya pengaktualisasian eksistensi dirinya pun mengikuti media yang tersedia bagi mereka. Salah satu yang paling nampak di Indonesia adalah fenomena tulisan "alay". Tulisan atau bahasa "alay" adalah tulisan yang berupa kombinasi penggunaan huruf dan angka dalam membentuk sebuah kata atau kalimat, contoh : "meN6hitUng nIl41" kata yang benar "menghitung nilai", kalaupun bukan kombinasi angka dan huruf maka, dapat berupa plesetan seperti "ciyus miapah" yang kalimat sebenarnya adalah "serius demi apa", ini hanya sekelumit contoh, anda bisa saja menemuka versi yang lebih rumit lagi. 
Bahasa atau tulisan "alay" ini adalah bentuk upaya aktualisasi diri para remaja menyesuaikan media aktualisasi yang digunakannya. Sekarang ini kita tahu bahwa setiap orang pasti memiliki perangkat telekomunikasi, baik berupa telepon selular pintar (smart phone) atau tablet, dengan didalamnya terdapat fitur-fitur jejaring sosial dalam bentuk apapun. Untuk memperoleh perhatian dan tetap eksis maka remaja masa kini kemudian menciptakan tulisan atau bahasa "alay" tersebut, karena proses aktualisasi eksistensi diri mereka terjadi di ranah media sosial, yang lebih banyak menggunakan teks, bukan komunikasi verbal tatap muka langsung. Bahasa dan tulisan "alay" ini telah banyak menuai kritikan dari masyarakat terutama karena dianggap telah merusak struktur dan tata bahasa yang baik dan benar. Banyak kalangan yang mencemaskan perkembangan yang kurang positif ini. Selain fenomena bahasa dan tulisan "alay", pengaruh teknologi terhadap perilaku sosial remaja yang lainnya adalah fenomena "copy-paste" atau segala sesuatu yang serba instan dan cepat. Dalam jejaring sosial aktualisasi eksistensi remaja butuh sesuatu yang dapat dilakukan dengan cepat tetapi sekaligus dapat menarik perhatian, salah satu upayanya adalah menjiplak suatu gaya tertentu yang mereka anggap itu menarik padahal mereka sendiri mungkin tidak mengerti apa maknanya, atau menjadikan suatu hal menjadi bergeser maknanya. Hal ini saya lihat terjadi di masyarakat Amerika dimana ada fenomena "Hipster style", hipster sendiri memang merupakan sebuah aliran subkultur yang muncul di era 20an - 30an yang mana di dalamnya ada konsep pemikiran bebas, independen yang pokoknya di luar arus utama., secara kultur hipster sendiri pada masanya sudah dianggap sebagai anomali namun tetap ada landasan ideologisnya. Namun para "Hipster Style" remaja Amerika sekarang hanya menonjolkan gaya berbusananya saja yang kemudian banyak muncul di media jejaring sosial (terutama di jejaring photo sharing instagram), jadi mereka menganggap gaya hipster itu keren, dengan bergaya seperti itu mereka berharap dianggap sebagai penganut "hipster", padahal mereka kemungkinan tidak mengerti esensi dari "hipster" itu sendiri. Ini yang saya maksud bahwa, gaya-gaya instan seperti ini dilakukan oleh remaja agar mereka bisa tetap eksis dalam era arus informasi yang begitu cepat. Fenomena ini telah menimbulkan banyak kegundahan, bagi generasi "tua" atau setidaknya generasi 2 dekade sebelum para remaja sekarang ini. Perkembangan arus informasi yang sangat cepat dan serba instan ini, seolah menyebabkan keringnya perkembangan para remaja. para remaja kering akan kreatifitas positif, kering akan imajinasi natural, kering akan pengetahuan bertahan dalam kehidupan, sekarang bahkan apabila mereka tidak memiliki perangkat teknologi tersebut seolah mereka akan mati. Dikhatirkan pula perkembangan remaja akan menjadi kurang matang atau sempurna, karena mereka tidak diberi kesempatan jeda untuk mengendapkan pengetahuan yang mereka miliki untuk mereka pelajari dan telaah di era serba cepat ini. Namun saya yakin manusia selalu dapat menemukan cara untuk dapat bertahan hidup. meski demikian tetap ada kesan bahwa teknologi yang berkembang pesat justru menyebabkan adanya degradasi kehidupan manusia.