Banyak orang iseng mempertanyakan sesuatu hal yang sebelumnya tidak pernah ditanyakan, karena dianggap hal tersebut memang sudah seperti itu sejak dulu. Contoh pertanyaannya, kenapa sih "padi" dinamakan padi ? atau kenapa sih kita disebut manusia ? menurut saya pertanyaan-pertanyaan macam ini tidak perlu ditanyakan, bukan karena tidak ada jawabannya tetapi lebih karena tidak perlu dipermasalahkan. atau ada juga orang yang biasanya bilang "untung kalo kita ngangkat telpon sapaannya 'halo' ya bukan 'ahoy', nanti kalau 'ahoy' orang salah kira jadi 'asoy'" peryataan seperti ini juga kurang pas bagi saya, kenapa ? karena seperti apapun sebutannya, "manusia", "padi", "halo", "ahoy" kita akan selalu mempertanyakan itu. kalau dulu, bukan disebut "manusia" misal disebut "harok" pasti akan tetap ditanya kenapa sih disebut "harok". kemudian untuk masalah "halo" dan "ahoy" saya kira kalaupun sekarang tetap memakai "ahoy" tidak akan ada masalah, karena memang sudah diterima sejak dulu, kata asoy sendiri datangnya belakangan dari ahoy. Pertanyaan dan pernyataan seperti ini menunjukkan bahwa manusia seperti tidak pernah puas dengan apa yang sudah dimilikinya. Mungkin akan ada yang menyanggah, "lah kan itu bentuk keingintahuan manusia" kalau saya sendiri sih berpendapat itu bukan rasa ingin tahu, tapi ya lebih seperti rasa ketidak puasan. "kenapa sih namanya Jeruk bukan Bokak ?" kalau pun namanya Bokak, pasti akan ditanya "kenapa sih namanya bokak ?"
Kamis, 31 Januari 2013
Rabu, 30 Januari 2013
KERINDUANKU PADAMU
Terangnya mentari serasa tak mampu menandingi terangMu
Sejuknya air serasa tak mampu menandingi kesejukan kasihMu
Kini aku merasa jauh, terperosok ke dalam relung-relung durjana
Jauh dari cahayaMu, jauh dari kesejukanMu
Aku rindu pada masa Engkau berikan aku setitik kasihMu
Aku rindu pada masa Engkau datang dan memelukku
memberikan hangat dan mengangkat pilu dalam sukma
Pada masa ketika hanya ada aku dan Kau
Masa itu bagiku begitu terang
Tiadalah aku takut akan tersesat, karena aku tahu Kau selalu ada
Tiadalah berat langkah kakiku dalam menapak, karena aku tahu Kau selalu ada
Aku rindu padamu
Aku ingin kembali seperti masa itu
Masa dimana hanya ada aku dan Kau
Sejuknya air serasa tak mampu menandingi kesejukan kasihMu
Kini aku merasa jauh, terperosok ke dalam relung-relung durjana
Jauh dari cahayaMu, jauh dari kesejukanMu
Aku rindu pada masa Engkau berikan aku setitik kasihMu
Aku rindu pada masa Engkau datang dan memelukku
memberikan hangat dan mengangkat pilu dalam sukma
Pada masa ketika hanya ada aku dan Kau
Masa itu bagiku begitu terang
Tiadalah aku takut akan tersesat, karena aku tahu Kau selalu ada
Tiadalah berat langkah kakiku dalam menapak, karena aku tahu Kau selalu ada
Aku rindu padamu
Aku ingin kembali seperti masa itu
Masa dimana hanya ada aku dan Kau
Minggu, 20 Januari 2013
Banjir Jakarta 2013
Jakarta sebagai kota megapolitan kerap menemui berbagai permasalahan, salah satu yang seolah sudah menjadi permasalahan langganan adalah banjir. Jakarta memiliki siklus 5 tahunan diterjang banjir besar, meski juga di setiap tahunnya Jakarta juga tergenangi banjir di beberapa wilayah dengan intensitas keci hingga sedang. Siklus 5 tahunan ini setidaknya sudah terjadi sejak tahun 2002, 2007, dan sekarang tahun 2013. Kondisi banjir pada tahun 2013 ini dikatakan sebagai kondisi terparah dibandingkan pada banjir-banjir periode sebelumnya. Hampir semua kawasan Jakarta tergenangi oleh banjir, dari yang setinggi lutut orang dewasa sampai ada kawasan yang tergenang hingga kedalaman 470cm menurut keterangan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto saat diwawancarai di acara talk show salah satu stasiun televisi swasta nasional. Setidaknya ada 15.423 jiwa yang mengungsi berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) (data update tanggal 18 Januari 2013), yang tersebar di beberapa titik wilayah Jakarta. Sampai tulisan ini dipublikasikan, banjir di beberapa wilayah masih belum surut, bahkan menurut berita yang ditayangkan di beberapa televisi swasta, kawasan Pluit, Jakarta Utara mengalami kenaikan intensitas banjir. Berikut beberapa gambar yang saya peroleh ketika saya datang ke salah satu kawasan yang tergenang banjir di Kampung Melayu, Jakarta Timur.
(Banyak terlihat anak-anak yang menjadikan genangan air ini sebagai tempat bermain)
Wilayah Kampung Melayu ini sempat menjadi salah satu kawasan yang terkena dampak paling parah dari banjir. Namun ketika gambar ini diambil ketinggian air sudah mulai surut. Ketinggian air kurang lebih antara lutut orang dewasa hingga pinggang, tapi memang ada beberapa wilayah yang ketinggian airnya masih kurang lebih setinggi dada orang dewasa.
(genangan air dan lumpur sisa banjir)
(petugas kebersihan yang tengah membersihkan sisa banjir)
(jalanan yang telah surut dari banjir dipadati oleh pedagang makanan)
Tergenangnya badan jalan dari arah Tebet-Kampung Melayu, mengakibatkan akses jalan tersebut tidak dapat dilalui oleh kendaraan bermotor. Jalan layang Tebet-Kampung Melayu pun juga tidak dapat dilalui meski badan jalan layang tidak turut tergenang banjir. Tampak jalan layang lengang, bahkan banyak orang yang duduk-duduk dan melintasi jalan tersebut dengan berjalan kaki. Di kedua sisi badan jalan dari arah Tebet-Kampung Melayu dan sebaliknya tampak beberapa orang yang menawarkan jasa gerobak untuk mengangkut orang-orang atau Sepeda motor yang ingin menyeberangi badan jalan yang tergenang air.
(tampak jalan layang yang dilalui oleh pejalan kaki dan salah seorang anak tengah duduk di pemisah badan jalan layang)
(salah satu warga yang menawarkan jasa gerobak)
(tampak sepeda motor yang diangkut oleh gerobak)
(warga yang menggunakan jasa gerobak untuk melintasi genangan air)
(tampak warga berdempetan di atas gerobak, akan melintasi genangan)
(tampak sepeda motor yang mogok akibat nekat menerobos genangan)
Banjir di kawasan Kampung Melayu ini terjadi akibat dari meluapnya Sungai Ciliwung yang melintas di kawasan terebut. Terlihat pula sampah yang menumpuk di aliran Sungai Ciliwung tersebut, sampai-sampai orang dewasa dapat berdiri di atasnya tanpa takut amblas. Sampah memang salah satu penyebab dari terhambatnya aliran sungai, sehingga meluap ke kawasan permukiman penduduk.
(sungai Ciliwung yang meluap hingga ke permukiman)
(aliran air sungai Ciliwung yang cukup tinggi)
(tampak sampah yang menumpuk dan menghambat aliran sungai)
(seorang pemulung yang tengah memilah di atas tumpukan sampah)
(tampak dari kejauhan seorang camera person dan reporter salah satu televisi swasta nasional yang tengah melakukan laporan langsung, serta pemulung berdiri di atas tumpukan sampah di aliran sungai Ciliwung)
Peristiwa bencana banjir ini mengundang simpati banyak pihak. Banyak posko-posko bantuan banjir yang didirikan di sekitar kawasan Kampung Melayu. Warga sekitar juga nampak sibuk menanggulangi banjir yang melanda kawasannya. Tidak hanya warga biasa saja yang terpanggil untuk meninjau dan memberikan bantuan kepada korban banjir, salah satu selebriti nasional, Derry Sudarisman atau dulu yang lebih kita kenal dengan sebutan Derry Empat Sekawan juga nampak tengah meninjau kawasan banjir di Kampung Melayu tersebut.
(beberapa posko bantuan banjir yang terlihat di sekitar kawasan Kampung Melayu)
(tampak warga setempat tengah membuka saluran air)
(tampak relawan animal rescue dari Dompet Dhuafa)
(Derry Sudarisman yang tampak di lokasi banjir)
Peristiwa ini menjadi tantangan bagi pemerintahan Gubernur DKI baru Jokowi dan seluruh jajarannya. Pemerintah provinsi dan Pusat dituntut untuk dapat mengurai permasalahan banjir di Ibu Kota ini. Jangan sampai pusat pemerintahan dan perekonomian Indonesia ini kelak benar-benar lumpuh akibat penanganan yang kurang bijak dalam permasalahan ini. Tetapi selain peran pemerintah baik pusat maupun daerah, patut diingatkan pula bahwa perlu adanya kesadaran dari warga yang tinggal dari hilir sampai ke hulu yang dilewati oleh sungai yang menyumbang aliran airnya ke Jakarta, untuk lebih perduli lagi terhadap pelestarian lingkungan. Momen ini juga menjadi bahan evaluasi dan instrospeksi diri bagi setiap orang, untuk lebih perduli dengan keadaan lingkungan sekitarnya. Lebih baik mencegah, dari pada mengobati.
Minggu, 13 Januari 2013
Pegoyang Dangdut
Musik dangdut tidak pernah terlepas dengan yang namanya goyangan. Irama kendangnya yang menyentak-nyentak memang selalu membuat para pendengarnya untuk bergoyang. Bahkan musik dangdut yang berisikan lagu sedih pun selalu dapat membuat para pendengarnya untuk bergoyang, ya minimal menggoyangkan jempolnya lah hahaha. Seolah dangdut tanpa goyangan, seperti sayur tanpa garam, seperti kata Inul Daratista dalam sebuah petikan lagunya.
Musik dangdut adalah salah satu aliran musik yang tampaknya dapat diterima oleh hampir seluruh kalangan masyarakat Indonesia. Kalau kata P Project Dangdut is the music of my country, dangdut sudah menjadi identitas bangsa Indonesia. Perkembangan musik dangdut sekarang pun sudah mulai variatif. namun saya tidak akan membahas mengenai jenis-jenis musik dangdut yang tengah berkembang sekarang. saya akan membahas fenomena baru yang muncul terkait dengan musik dangdut ini. Saya melihat sekarang para penyanyi dangdut, terutama penyanyi dangdut wanita, lebih menjual ragam goyangan ketimbang kualitas vokal atau lagu dangdut itu sendiri. tidak seperti masa-masa sebelumnya ragam musik dangdut lebih beragam dari sisi isi lagunya dan para penyanyinya. Seperti H. Rhoma Irama yang sangat produktif menciptakan lagu-lagu dangdut yang sarat pasan-pesan agama, atau ada Iis Dahlia, Ike Nurjanah, Cici Faramida yang kemunculan mereka lebih mewarnai musik dangdut dengan kualitas vokal dan lagu tanpa menonjolkan lebel gerakan goyangan tertentu. sekarang ini justru marak bermunculan penyayi dangdut yang jualannya adalah goyangan. Goyangan sudah menjadi komoditas utama dari dangdut. fenomena ini saya kira mulai terjadi ketika kemunculan sosok Inul Daratista dengan lebel goyang ngebornya yang kontroversial.
semenjak itu mulai bermunculan, ada Anisa Bahar dengan goyang patah-patah, Dewi Perssik dengan goyang gergaji, Uut Permatasari dengan goyang ngecor. generasi-generasi awal ini lambat laun memang mulai meninggalkan lebelnya itu, tapi tak pelak pelebelan goyangan ini sudah terlanjur menjadi tren di kalangan para pedangdut pendatang baru. Sekarang ini ada yang muncul namanya goyangan itik, yang sempat menjadi sengketa antara dua pedangdut pendatang baru, ini hal paling absurd yang pernah saya lihat, biasanya musisi akan mempersengketakan lagu, atau judul lagu, atau musiknya, nah ini yang diributkan malah lebel goyangan yang gerakannya pun sederhana sekali, hanya memang menunjukkan sensualitas, bahkan sampai diajukan ke persidangan. Ada lagi goyang V, goyang jari lah, goyang geboy dll. membuat seolah produk dangdut kini ya goyangan, bukan lagu atau musiknya, yang sejatinya adalah esensi dari dangdut itu sendiri. sekarang yang terlihat justru musik dangdut hanya sebagai pengiring goyangan, bukan goyangan yang seharusnya jadi pelengkap dangdut, main coursenya sekarang adalah goyangan, bukan lagu atau musiknya.
Musik dangdut sekarang dibuat yang penting bisa mengiringi goyangan si penyanyi dangdut yang jualannya goyangan, lirik lagu terkesan dibuat asal-asalan. tidak seperti lagu dangdut pada generasi sebelumnya, yang sangat puitis dan sarat makna, bahkan apabila dihayati bisa membuat pendengarnya diliputi emosi mendalam. sekarang seolah musik dangdut hanya untuk memuaskan kebutuhan birahi saja, dengan menjual kemolekan tubuh penyanyi dan goyangannya serta lirik lagu yang cenderung 'nakal'. di berbagai tayangan talkshow hiburan, penyanyi dangdut yang memiliki label goyangan tertentu, lebih diminta untuk memperlihatkan gerakan goyangannya ketimbang mempertunjukkan kebolehannya dalam menyanyi. di beberapa acara musik pun, porsi goyangan lebih banyak dibandingkan dengan menyanyinya. Sekarang mungkin lebih tepat mereka dijuliki Pegoyang Dangdut ketimbang Penyanyi Dangdut. Bagi saya ini fenomena yang memprihatinkan bagi perkembangan musik dangdut itu sendiri.
Cehara Vivlio Maya, Sebuah Cerita Pendek
"Huh . . kok dia jadi rewel banget sih sekarang." gerutuku sambil terus memandanginya, dan memikirkan jawaban apa yang harus kuberikan padanya.
"Oke, hari ini tidak ada kejadian apapun yang menarik. apa kamu sekarang puas ?".
tidak ada respon apapun darinya, dia hanya bergeming dan beberapa saat kemudian dia pun bertanya kembali, "Bagaimana keadaannya, Putra?"
"Apa??!! dia bertanya lagi hal yang tidak penting, dan bahkan dia tidak merespon tanggapanku pada pertanyaannya sendiri sebelumnya." batinku, dengan terus menggerutu. aku pun mulai muak dan meninggalkan dirinya tanpa sepatah kata pun. kumatikan lampu kamarku, kurebahkan tubuhku di atas kasur dan beberapa saat kemudian aku pun terlelap.
Awan mendung telah menggelayut di angkasa yang sesekali memendarkan cahaya kilat yang malu-malu bersembunyi di baliknya. rintik gerimis mulai jatuh menerpa dinding kaca perpustakaan. Aku hanya duduk termenung melihat dari balik dinding, menatap ke luar dengan sorot mata kosong. Dalam benakku masih terbayang sosok yang telah bersemayam dalam ruang imaji, dia telah menarik perhatianku, membuatku terus berpikir tentangnya. Sudah hampir satu bulan pikiranku tersita olehnya. Banyak pertanyaan yang muncul dalam benakku mengenai dirinya. aku tak pernah bisa menjagkau dan menyentuhnya dan memang tak mungkin bisa, namun dia selalu hadir dalam hari-hariku. Suara hujan yang semakin deras semakin melarutkanku dalam lamunan.
"WOOII!!!", Aku terkejut bukan kepalang ketika ada yang menoyor kepalaku dari belakang, hingga seketika lamunanku pun terpecah.
"Apaan sih nih, bikin usus gue copot ajaa." kataku, sambil mengelus-elus dada.
"Hah?! kok usus sih, jantung kaleee."
"Lah ya suka-suka gue, kan gue yang kaget."
"Iya deh iyaa, terseraah elu daah." Ayu menghempaskan tubuhnya ke kursi yang berada di hadapanku, sambil meletakkan tas kresek dengan logo salah satu supermarket ternama, yang entah apa isinya, di atas meja. Kalau ku perhatikan sekilas, isinya tampak seperti sebuah kain, untuk apa dia membawa sebuah kain ke kampus, ah tapi apa perduliku. Tidak kali ini saja Dia membawa barang-barang aneh ke kampus, tempo hari Dia membawa burung hantu dengan sangkar-sangkarnya ke kantin. ketika kutanya untuk apa burung hantu itu dibawanya kemari, dengan entengnya dia hanya menjawab,
"Mau ngasih makan burung hantu gue, di kantin ini kan banyak tikus kesukaan mon-mon."
mon-mon adalah nama burung hantu kesayangannya. dengan wajah tanpa dosa Ayu melepas burung hantunya begitu saja. Sontak si Mon-mon terbang kesana-kemari mengejar buruannya, dan membuat kacau seluruh kantin, aku hanya bisa menganga dan terbengong melihat kekacauan yang tengah terjadi, dan Ayu dengan masih memasang ekspresi datarnya, memakan dengan santai indomie rebus milikku, tanpa memperdulikan keributan yang tengah terjadi. Itulah Ayu, perempuan yang selalu mengekspresikan sebuah kritik dengan cara yang 'tidak biasa' kalau tidak bisa dikatakan ekstrim.
mon-mon adalah nama burung hantu kesayangannya. dengan wajah tanpa dosa Ayu melepas burung hantunya begitu saja. Sontak si Mon-mon terbang kesana-kemari mengejar buruannya, dan membuat kacau seluruh kantin, aku hanya bisa menganga dan terbengong melihat kekacauan yang tengah terjadi, dan Ayu dengan masih memasang ekspresi datarnya, memakan dengan santai indomie rebus milikku, tanpa memperdulikan keributan yang tengah terjadi. Itulah Ayu, perempuan yang selalu mengekspresikan sebuah kritik dengan cara yang 'tidak biasa' kalau tidak bisa dikatakan ekstrim.
"Kenapa Lu, tampang Lu kusut amat. Ah Gue tau nih pasti Lu masih mikirin si vlio kan?", ya Cehara Vivlio Maya, atau kami lebih sering menyebutnya vlio, ini lah nama sosok yang selalu ada dalam banakku beberapa waktu terakhir ini. Sebenarnya ini bukan nama sesungguhnya, ini adalah nama yang diberikan oleh Ayu kepada sosok yang kumaksud. Ayu mengatakan kalau nama aslinya tidak indah, maka tanpa alasan yang jelas Dia lebih menyukai nama yang Dia ciptakan sendiri.
"Yaa, begitulah. Akhir-akhir ini tingkahnya semakin membuatku jengkel saja. Sekarang vlio lebih rewel dari sebelumnya."
"Aaaampuuuun deh Putraa, sampai kapan Lu mau mikirin dia terus. Lu tau kan, mau Lu mikirin dia sampe langit runtuh pun dia ga akan berubah. Lagian dengan Lu mikirin dia terus, Lu tuh udah memperlakukan dia secara berlebihan." Aku hanya bisa menghela nafas mendengar omelan Ayu. Pikiranku pun mulai melayang kepada sosok yang seolah terus bergerak di hadapanku.
"Putra, dengerin gue ya, hubungan Lu sama vlio tuh udah semakin aneh, absurd, tau ga Lu. dia itu sosok yang ga mungkin bisa Lu hadapi seperti orang-orang kaya kita ini. Bahkan Lu ga akan pernah bisa melihat sosoknya dengan jelas. Jadi mulai sekarang Lu harus memperlakukan dia selayaknya dia aja." terlihat Ayu begitu sungguh-sungguh untuk menyakinkan Aku, dapat terlihat dari sorot matanya yang tajam. Aku pun hanya menatap kosong ke arah kresek yang tadi dibawa oleh Ayu, sekilas aku melihat seperti ada yang bergerak dalam kantong itu, tapi aku menghiraukannya, karena pikiranku sekarang tengah tidak berfokus kepada hal-hal di sekitarku. Ayu pun masih melanjutkan ocehannya, mencoba terus menasehatiku.
"Udah saatnya sekarang Lu mencoba untuk lebih memperluas jaringan pertemanan Lu, dan berinteraksi sama banyak orang, jangan si vlio itu lu pikirin terus, bisa gila Lu lama-lama."
"Hey!! Lu diajak ngomong malah bengong aja sih, Lu ndengerin Gue kan Put", Ayu menjentikkan jarinya di depan wajahku, aku pun tersadar dan hadir kembali dalam ruang realita.
"Haah, Apa?" tampak oleh Ayu ekspresi kebingungan dalam wajahku. Ayu hanya menggelengkan kepalanya, dan jelas nampak keprihatinan dalam sorot matanya. Kulihat ternyata Ayu sudah beranjak dari kursinya dan menenteng kembali bungkusan kreseknya, dan lagi, sekilas aku melihat ada pergerakan di dalam kantong itu.
"Udah lah, percuma Gue ngomong ampe berbusa sama Lu. masuk telinga kanan, keluar lagi bareng ama kentut Lu yang bau bangkai."
"Aah, dasar kelelawar anda!" tukasku.
Ayu pun pergi meninggalkan Aku sendiri sambil membawa bungkusan tas kreseknya, yang di kemudian hari aku tahu bukan kain yang ada di dalamnya, tapi seekor ular hijau. Aku mendapat cerita dari kawanku. selepas pertemuanku dengan Ayu di perpustakaan. Ayu mengikuti kelas Pemikiran Politik Kontemporer, dibawalah bungkusan kresek itu kedalam kelas, tanpa sepengetahuan Ayu, ular itu lolos dari tempat persemayamannya dan membuat geger seluruh kelas. Ketika kutanya alasan Ayu membawa ular, dia hanya menjawab,
"Kasihan ulil ditinggal sendiri di rumah, bokap, nyokap lagi pergi ke Jogja soalnya."
Pukul 02.00 dini hari, udara terasa lebih dingin karena seharian hujan terus mengguyur. Aku berbaring di atas kasur, benakku masih berkecamuk memikirkan vlio. Pada awalnya aku mengenal vlio, dia adalah sosok yang kupikir bisa menjadi tempat Aku mencurahkan isi pikiran dan hatiku. dia juga sosok yang sedemikian rupa dapat menghubungkanku dengan orang-orang yang kukenal, ya walaupun secara tidak langsung memang. Sejatinya itu lah sosok vlio yang sebenarnya, dia mencoba mempererat jalinan hubungan orang yang jauh menjadi lebih dekat. Namun kian lama Aku mengenal sosoknya, aku hanya mengunjunginya untuk menumpahkan keluh kesahku. Tidak ada protes darinya, memang begitulah vlio, tetapi dengan caranya sedemikian rupa, dia menyuarakan kembali isi pikiran dan hatiku, kepada orang-orang di sekitarku yang juga terhubung dengannya.Tapi memang begitulah vlio, dia mencoba untuk membantu menyuarakan kembali kegundahan hatiku, tanpa Aku harus khawatir dengan hujatan atau kata-kata nyiyir dari orang-orang di sekitarku. Aku jadi semakin bergantung dan tak bisa lepas darinya. Dia seolah menjadi jerat bagiku, jerat yang justru memberikan kelegaan, jerat yang membuatku semakin menampakkan ego narsistikku, dan seolah tidak dapat terlepas darinya. Semakin lama Aku merasa justru Aku tenggelam dalam dirinya, hanya ada Aku dan dia. Semua yang kuungkapkan padanya hanya tentang Aku, Aku dan Aku. vlio membuatku menjadi egois dalam dirinya, dimana Aku menghiraukan ada ego-ego yang lain dalam diri vlio, yang seharusnya kami saling terhubung, tetapi tampaknya vlio membuat ego-ego itu semakin terpisah satu sama lain dan menjadi dirinya sendiri dalam tubuh vlio, seperti halnya Aku. Aku pun mencoba untuk lepas dari dirinya, dengan tidak berhubungan dengannya selama beberapa waktu. dia tidak protes, dia terus melangkah tanpa perduli apakah aku ada di dalam dirinya atau tidak. sampai suatu ketika aku mengunjunginya lagi, dan melihat kini dia lebih mencoba untuk menjembatani hubungan antar ego-ego dalam dirinya yang mulai terpisah satu sama lain, dengan terus menayakan pertanyaan kepada setiap ego secara personal,
"Apa kabar, Putra?"
"Apa yang Anda Rasakan, Putra?"
"Apa yang terjadi, Putra?"
"Bagaimana keadaannya, Putra?"
"Ada Kejadian apa, Putra?", vlio terus menanyakan itu, dalam waktu yang sangat singkat, bahkan dia tidak menanggapi jawaban dari pertanyaanya sendiri, dan dia sudah menanyakan hal lainnya. Dia begitu rewel bagiku sekarang. Ini menjadikan dirinya sebagai sosok yang lebih personal, seolah dia ingin menarikku kembali, menginginkan Aku untuk berinteraksi dengannya, hanya dengannya. Hal ini tidak membuatku nyaman. Ditengah kecamuk pikiranku, suara Ayu mengiang dalam telinga,
". . .Lu harus memperlakukan dia, seperti dirinya aja." petikan, perkataan Ayu melintas begitu saja, dan menyadarkanku. Ayu benar, aku sudah terlalu memperlakukan vlio secara berlebihan. Aku harus memperlakukannya sesuai dengan apa dirinya dia, sesosok penghubung. Aku bangkit dari kasurku, aku berjalan ke arah meja belajarku. Kunyalakan laptopku, kusambungkan koneksi internet dari modem. Dapat kulihat tampilan muka vlio di dalam layar laptopku. kumasukkan username dan passwordku, agar Aku bisa masuk ke dalam dirinya.
"vlio, Aku datang."
-TAMAT-
Sabtu, 12 Januari 2013
Langganan:
Postingan (Atom)